HUKUM PERJANJIAN
A. PENGERTIAN
Menurut Pasal 1313 KUH
Perdata Perjanjian adalah Perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari peristiwa ini,
timbullah suatu hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang disebut
Perikatan yang di dalamya terdapat hak dan kewajiban masing-masing
pihak. Perjanjian adalah sumber perikatan.
1. Standar
kontrak
adalah perjanjian yang
isinya telah ditetapkan terlebih dahulu secara tertulis berupa
formulir-formulir yang digandakan dalam jumlah tidak terbatas, untuk ditawarkan
kepada para konsumentanpa memperhatikan perbedaan kondisi para konsumen
(Johannes Gunawan)
·
perjanjian yang isinya dibakukan dan
dituangkan dalam bentuk formulir (Mariam Badrulzaman)
·
is one in which there is great disparity
of bargaining power that the weaker party has no choice butto accept the terms
imposed by the stronger party or forego the transaction.
·
Perjanjian baku adalah perjanjian yang
dipakai sebagai patokan atau pedoman bagi siapapun yangmenutup perjanjian
dengannya tanpa kecuali, dan disusun terlebih dahulu secara sepihak
sertadibangun oleh syarat-syarat standar, ditawarkan pada pihak lain untuk
disetujui dengan hampirtidak ada kebebasan bagi pihak yang diberi penawaran
untuk melakukan negosiasi atas apa yangditawarkan, sedangkan hal yang
dibakukan, biasanya meliputi model, rumusan, dan ukuran.
Menurut Mariam Darus,
standar kontrak terbagi dua yaitu umum dan khusus.
1.
Kontrak standar umum artinya kontrak
yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dandisodorkan kepada
debitur.
2.
Kontrak standar khusus, artinya kontrak
standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk para
pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah
Jenis-jenis kontrak
standar
Ø Ditinjau
dari segi pihak mana yang menetapkan isi dan persyaratan kontrak sebelum
merekaditawarkan kepada konsumen secara massal, dapat dibedakan menjadi:
a. kontrak
standar yang isinya ditetapkan oleh produsen/kreditur
b. kontrak
standar yang isinya merupakan kesepakatan dua atau lebih pihak;
c. kontrak
standar yang isinya ditetapkan oleh pihak ketiga.
Ø Ditinjau
dari format atau bentuk suatu kontrak yang persyaratannya dibakukan, dapat
dibedakandua bentuk kontrak standar, yaitu:
a. kontrak
standar menyatu
b. kontrak
standar terpisah.
Ø Ditinjau
dari segi penandatanganan perjanjian dapat dibedakan, antara:
a. kontrak
standar yang baru dianggap mengikat saat ditandata- ngani;
b. kontrak
standar yang tidak perlu ditandatangani saat penutupan
2.
Macam-macam perjanjian
a)
Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak.
Perjanjian timbal balik (bilateral
contract) adalah perjanjian yang memberikan hak dankewajiban kepada kedua belah
pihak. Perjanjian timbal balik adalah pekerjaan yang palingumum terjadi dalam
kehidupan bermasyarakat. Misalnya, perjanjian jual-beli, sewa-menyewa, pemborongan
bangunan, tukar-menukar.Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan
kewajiban kepada satu pihak danhak kepada pihak lainnya, misalnya perjanjian
hibah, hadiah. Pihak yang satu berkewajibanmenyerahkan benda yang menjadi objek
perikatan, dan pihak lain berhak menerima benda yangdiberikan itu.Yang menjadi
kriteria perjanjian jenis ini adalah kewajiban berprestasi kedua belah
pihakatau satu pihak. Prestasi biasanya berupa benda berwujud baik bergerak
maupun tidak bergerak,atau benda tidak berwujud berupa hak, misalnya hak untuk
menghuni rumah.Pembadaan ini mempunyai arti penting dalam praktek, terutama
dalam soal pemutusan perjanjian menurut pasal 1266 KUHPdt. Menurut pasal ini salah satu syarat adalah pemutusan perjanjian
itu apabila perjanjian itu bersifat timbal balik.
b)
Perjanjian percuma dan perjanjian dengan alas hak yang membebani.
Perjanjian percuma adalah perjanjian
yang hanya memberikan keuntungan pada satu pihaksaja, misalnya perjanjian
pinjam pakai, perjanjian hibah. Perjanjian dengan alas hak yangmembenbani
adalah perjanjian dalam nama terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu
terdapatkontra prestasi dari pihak lainnya, sedangkan antara kedua prestasi itu
ada hubungannya menuruthukum.
Kontra prestasi dapat berupa kewajiban pihak lain, tetapi
juga pemenuhan suatu syarat potestatif (imbalan). Misalnya A menyanggupi memberikan
B sejumlah uang, jika B menyerah-lepaskan suatu barang tertentu
kepada A.Pembedaan ini mempunyai arti penting dalam soal warisa berdasarkan
undang-undang danmengenai perbuatan-perbuatan yang merugikan para kreditur
(perhatikan pasal 1341 KUHPdt).
c)
Perjanjian bernama dan tidak bernama
Perjanjian bernama adalah perjanjian
yang mempunyai nama sendiri, yang dikelompokansebagai perjanjian-perjanjian
khusus, karena jumlahnya terbatas, misalnya jual-beli, sewa-menyewa,
tukar-menukar, pertanggungan. Perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang
tidakmempunyai nama tertentu dan jumlahnya terbatas.
d)
Perjanjian kebendaan dan perjanjian obligator
Perjanjian kebendaan (zakelijke
overeenkomst, delivery contract) adalah perjanjian untukmemindahkan hak milik
dalam perjanjian jual beli. Perjanjian keberadaan ini sebagai pelaksanaan perjanjian obligator. Perjanjian obligator adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan, artinya sejak perjanjian, timbullah hak dan kewajiban pihak-pihak. Pembeli berhakmenuntut
penyerahan barang, penjual berhak atas pembayaran harga.Pentinganya pembedaan
ini adalah untuk mengetahui apakah perjanjian itu ada penyerahan(levering)
sebagai realisasi perjanjian, dan penyerahan itu sah menurut hukum atau tidak.
e)
Perjanjian konsensual dan perjanjian real
Perjanjian konsensual adalah
perjanjian yang timbul karna adanya persetujuan kehendakantara pihak-pihak.
Perjanjian real adalah perjanjian di samping ada persetujuan kehendak
jugasekaligus harus ada penyerahan nyata atas barangnya, misalnya jual beli barang
bergerak, perjanjian penitipan, pinjam pakai (pasal 1694, 1740, dan 1754
KUHPdt).Dalam hukum adat, perjanjian real justru yang lebih menonjol sesuai
dengan sifat hukumadat bahwa setiap pembuatan hukum (perjanjian) yang objeknya
benda tertentu, seketika terjadi persetujuan kehendak serentak ketika itu
juga terjdi peralihan hak. Hak ini disebut “kontan atautunai”.
3.
Syarat
Sahnya Perjanjian
Dalam Pasal 1320 KUH Perdata disebutkan, untuk sahnya suatu
perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu:
1.
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, artinya bahwa para
pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat atau setuju mengenai
perjanjian yang akan diadakan tersebut, tanpa adanya paksaan, kekhilafan dan
penipuan.
2.
Kecakapan, yaitu bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian
harus cakap menurut hukum, serta berhak dan berwenang melakukan
perjanjian.
Mengenai kecakapan Pasal 1329 KUH Perdata menyatakan bahwa
setiap orang cakap melakukan perbuatan hukum kecuali yang oleh
undang-undang dinyatakan tidak cakap. Pasal 1330 KUH Perdata menyebutkan
orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian yakni:
–
Orang yang belum dewasa.
Mengenai kedewasaan Undang-undang menentukan sebagai
berikut:
ü Menurut Pasal 330 KUH Perdata: Kecakapan diukur bila para
pihak yang membuat perjanjian telah berumur 21 tahun atau kurang dari 21 tahun
tetapi sudah menikah dan sehat pikirannya.
ü Menurut Pasal 7 Undang-undang No.1 tahun 1974 tertanggal 2
Januari 1974 tentang Undang-Undang Perkawinan (“Undang-undang Perkawinan”):
Kecakapan bagi pria adalah bila telah mencapai umur 19 tahun, sedangkan bagi
wanita apabila telah mencapai umur 16 tahun.
–
Mereka yang berada di bawah pengampuan.
–
Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang-Undang (dengan
berlakunya Undang-Undang Perkawinan, ketentuan ini sudah tidak berlaku lagi).
–
Semua orang yang dilarang oleh Undang-Undang untuk membuat
perjanjian-perjanjian tertentu.
Mengenai suatu hal tertentu,
hal ini maksudnya adalah bahwa perjanjian tersebut harus mengenai suatu obyek
tertentu.
1.
Suatu sebab yang halal,
yaitu isi dan tujuan suatu perjanjian haruslah berdasarkan hal-hal yang
tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban
Syarat No.1 dan No.2 disebut dengan Syarat Subyektif,
karena mengenai orang-orangnya atau subyeknya yang mengadakan perjanjian,
sedangkan syarat No.3 dan No.4 disebut Syarat Obyektif, karena
mengenai obyek dari suatu perjanjian.
Apabila syarat subyektif tidak dapat terpenuhi, maka salah
satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu dibatalkan. Pihak yang
dapat meminta pembatalan itu, adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang
memberikan sepakatnya (perizinannya) secara tidak bebas.
Jadi, perjanjian yang telah dibuat
itu akan terus mengikat kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian, selama
tidak dibatalkan (oleh hakim) atas permintaan pihak yang berhak meminta
pembatalan tersebut.Sedangkan apabila syarat obyektif yang tidak terpenuhi,
maka perjanjian itu akan batal demi hukum. Artinya sejak semula tidak pernah
dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.
4. Saat lahirnya perjanjian
Menurut azas konsensualitas, sesuai
perjanjian dilahirkan pada detik tercapainya sepakatatau persetujuan antara kedua
belah pihak mengenai hal-hal yang pokok dari apa yang menjadiobjek
perjanjian. Sepakat adalah suatu pesesuaian paham dan kehendak antara dua pihak
tersebut. apa yang dikehendaki oleh pihak satu adalah yang dikehendaki oleh
pihak lainnya, meskipuntidak sejurusan tapi secara timbal balik. Kedua kehendak
itu bertemu satu sama lain. Dengan demikian maka untuk mengetahui
apakah telah dilahirkan suatu perjanjian dan bilamanakah
perjanjian itu dilahirkan, harus dipastikan apakah tercapai
kesepakatan tersebut dan bilamana tercapainya sepakat itu. Menurut
ajaran yang paling tua, harus dipegang teguh tentang adanya suatu
persesuaiankehendak antara kedua belah pihak. Apabila kedua belah pihak
itu berselisih, tak dapatdilahirkan suatu perjanjian. Dalam Kitab Undang-undang
HukumPerdata(KUHPerdata) Pasal1331 (1)
dinyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagaiundang-undang bagi mereka yang
membuatnya.Artinya, apabila obyek hukum yang dilakukan tidak berdasarkanniatyang tulus, makasecaraotomatishukum perjanjian tersebut
dibatalkan demi hukum. Sehingga masing-masing pihak tidak mempunyai dasar
penuntutan di hadapan hakim.Akan tetapi, apabila hukum perjanjian tidak
memenuhiunsursubjektif, misalnya salahsatu pihak
berada dalam pengawasan dan tekanan pihak tertentu, maka perjanjian ini
dapatdibatalkan di hadapan hakim. Sehingga, perjanjian tersebut tidak akan
mengikat kedua belah pihak. Hukum perjanjian ini akan berlaku apabila masing-masing pihak telah menyepakati isi perjanjian.
Kemudian timbul pertanyaan, bagaimana apabila salah satu pihak tidak
melaksanakan perjanjian ini (wan prestasi)?Terdapatlangkah pasti yang bisa mengatasi persoalan ini, yaitu pihak yang tidakmelaksanakan
perjanjian akan dimintai tanggung jawabnya sebagai pihak yang telah lalai
atau bahkan melanggar perjanjian.Pihak yang tidak melaksanakan perjanjian
diberlakukan hal sebagai berikut:
1. Mengganti kerugianyang diderita oleh pihak yang
satunya;
2. Materi perjanjiannya dibatalkan oleh
kedua belah pihak atau di hadapan hakim;
3. Mendapatkan peralihan resiko; dan
4. Membayar seluruh biaya perkara
apabila pihak yang merasa dirugikan mengajukannya kemukahakim
5. Pembatalan
dan pelaksanaan suatu perjanjian
Ø Pembatalan
suatu perjanjian
Dalam
syarat-syarat untuk sahnya suatu perjanjian telah diterangkan bahwa apabila
syarat objektif tidak dipenuhi maka perjanjiannya batal demi hukum (null and
void). Dalam hal demikian maka secara yuridis dari semula tidak ada perjanjian
dan semula tidak ada perikatan antara orang-orang yang bermaksud membuat
perjanjian itu. Tujuan para pihak untuk melakukan suatu perjanjian yang
mengikat mereka satu sama lain, telah gagal. Tak dapatlah pihak yang satu
menuntut pihak yang lain di muka hakin karena dasar hukumnya tidak ada. Hakim
ini diwajibkan, karena jabatannya menyatakan tidak ada perjanjian atau
perikatan. Apabila, pada waktu pembuatan perjanjian, ada kekurangan mengenai
syarat yang subjektif, perjanjian ini bukan batal demi hukum, tetapi dapat
dimintakan pembatalan (cancelling) oleh salah satu pihak. Pihak ini adalah:
pihak yang tidak cakap menurut hukum, dan
pihak yang memberikan perijinan atau menyetujui itu secara tidak bebas.
Tentang perjanjian yang ada kekurangannya mengenai syarat-syarat subjektifnya
yang tersinggung adalah kepentingan seseorang, yang mungkin tidaak mengingini
perlindungan hukum terhadap dirinya. Oleh karna itu maka dalam halnya ada
kekurangan mengenai syarat subjektif, oleh Undang-undang diserahkan pada pihak
yang berkepentingan apakah ia menghendaki pembatalan perjanjian atau tidak.
Jadi, perjanjian yang demikian itu, bukannya
batal demi hukum, tapi dapat dimintakan pembatalan.
Dalam hukum perjanjian ada tiga sebab yang membuat perijinan
tadi tidaak bebas, yaitu:
·
Pemaksaanadalah
pemaksaan rohani atau jiwa (psikis), jadi bukan paksaan fisik atau badan.
·
Kehilafan
atau Kekeliruan, Apabila salah satu pihak khilaf tentang hal-hal pokok dari apa
yang diperjanjikan atau tentang sifat-sifat yang penting dari barang yang menjadi
objek perjanjian, ataupun mengenai orang dengan siapa diadakan perjanjian itu.
Kehilafan tersebut harus sedemikian rupa, hingga, seandainya orang ini tidak
khilaf mengenai hal tersebut, ia tidak akan memberikan persetujuannya.
·
Penipuan,
Apabila satu pihak dengan sengaja memberikan keterangan– keterangan palsu atau
tidak benar disertai dengan akal-akalan yang cerdik(tipu-muslihat), untuk
membujuk para lawannya memberikan perijinan. Pihak yang menipu itu bertindak
secara aktif untuk menjerumuskan pihak lawannya.
Dengan demikian maka ketidak-cakapan
dan ketidak-bebasan dalam memberikan perijian dalam suatu perjanjian,
memberikan hak kepada pihak yang tidak cakap dan pihak yang tidak bebas dalam memberikan kesepakatannya itu untuk
meminta pembatalan perjanjiannya. Dengan sendirinya harus mengerti bahwa pihak
lawan dari orang-orang tersebut tidak boleh meminta pembatalan. Hak meminta pembatalan hanya ada
pada satu pihak saja, yaitu pihak yang oleh Undang-undang diberi perlindungan.
Meminta pembatalan oleh pasal 1454 dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata
dibatasi sampai batas waktu tertentu yaitu 5 tahun: dalam hal ketidak-cakapan
suatu pihak, sejak orang ini cakap menurut hukum, dalam hal paksaan, sejak
hari paksaan itu telah berhenti. Dalam
hal kehilafan atau penipuan sejak lahir diketahuinya kehilafan atau penipuan
itu. Pembatasan waktu tersebut tidak berlaku terhadap pembatalan yang diajukan
selaku pembela atau tangkisan yang mana selalu dapat dikemukakan. Memang ada
dua cara untuk meminta pembatalan perjanjian. Pertama, pihak yang
berkepentingan dapat secara aktif yaitu sebagai penggugat meminta kepada hakin
untuk mempbatalkan perjanjian. Kedua, menunggu sampai ia diguga dimuka hakim
untuk memenuhi perjanjian tersebut. Terhadap azas konsensualitas yang dikandung
oleh pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, ada kekecualiannya yaitu,
oleh Undang-undang ditetapka suatu formalitas untuk beberapa macam perjanjian, misalnya
perjanjian penghibahan benda tak bergerak harus dilakukan dengan akte notaris,
perjanjian perdamaian harus dibuat secara tertulis dan lain sebagainya.
Perjanjian-perjanjian untuk mana ditetapkan sesuatu formalitas atau bentuk cara
tertentu, dinamakan perjanjian formil. Apabila perjanjian yag demikian itu
tidak memenuhi formalitas akan ditetapkan oleh Undang-undang, maka ia adalah batal
demi hukum.
Ø Pelaksanaan
suatu perjanjian
Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang
berjanji kepada orang lain, atau dimana dua orang saling berjanji untuk
melasanakan sesuatu. Menilik macam-macamnya hal yang dijanjikan untuk
dilaksanakan, perjanjian dibadi menjadi tiga macam:
1) Perjanjian untuk memberikan /
menyerahkan suatu barang.
Contohnya:
jual-beli, tukar-menukar, menghibahkan atau pemberian, sewa-menyewa, pinjam-
pakai.
2) Perjanjian untuk berbuat sesuatu
Contohnya:
perjanjian untuk membuat suatu lukisan, perjanjian perburuhan, perjanjian untuk
membuat garansi, dan lain-lain.
3) Perjanjian untuk tidak berbuat
sesuatu
Contohnya:
perjanjian untuk tidak mendirikan tembok, perjanjian untuk tidak mendirikan
suatu perusahaan yang sejenis dengan
kepunyaan orang lain dan sebaginya.
Suatu persoalan hukum dalam hukum
perjanjian ialah persoalan apakah jika si berhutang atau si debitur tidak
menepati janjinya, si berpiutang atau kreditur dapat mewujudkan sendiri prestasi yang dijanjikan itu artinya apakah
si berpiutang dapat dikuasakan oleh hakim untuk mewujudkan atau merealisasikan
sendiri apa yang menjadi haknya menurut peranjian. Jika itu terjadi,
kemungkinan perjanjian tadi dapat dieksekusi secara rill. Perjanjian untuk
berbuat sesuatu (melakukan suatu perbuatan) juga secara ,udah dapat dijalankan
secara rill, asal saja bagi si berpiutang (kreditur)tidak penting oleh siapa perbuatan
itu dilakukan , misalnya membeuat sebuah garasi, yang dapat dengan mudah
dilakukan oleh orang lain. Kalau yang harus dibuat itu adalah lukisan,
perbuatan itu dapat dillakukan oleh orang lain selain pelukis yang menjanjikan
sebiuh lukisan. Karena itu, maka perjanjian bersifat sangat pribadi , tidak dapat dilaksanakan secara
rill, apabila pihak yang menyanggupi melakukan hal tersebut tidak menepati
janjinya. Perjanjian memberikan barang tertentu (artinya barang yang telah
disetujui atau dipilih), dapat dikatakan bahwa ahli hukum yurisprudensi adalah
sependapat bahwa eksekusi rill itu dapat dilakukan, misalnya jual-beli. Suatu
barang yang bergerak yang tertentu, jika mengenai barang yang tak tertentu maka
eksekusi rill tak mungkin dilakukan. Untuk melaksanakan suatu perjanjian, lebih
dahulu harus ditetapkan secara tegas dan cermat apa saja isi dari
perjanjian-perjanjian tersebut. Menurut pasal 1339 Kitab Undang-undang Hukum
Perdata, suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang tegas dinyatakan
dalam perjanjian, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat
perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan dan Undang-undang. Dengan
demikian maka setiap perjanjian dilengkapi dengan aturan-aturan yang terdapat
dalam Undang-undang, yang terdapat dalam adat kebiasaan, sedangkan
kewajiban-kewajiban yang diharuskan oleh kepatutan harus diindahkan
HUKUM DAGANG
A.
Pengertian Hukum Dagang
Apa yang dimaksud dengan hukum
dagang? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, perlu kiranya di kemukakan di
sini bahwa selain istilah hukum dagang dalam berbagai kepustakaan, ditemui juga
istilah hukum perniagaan. Apabila di telusuri secara seksama apa yang dibahas
dalam kedua istilah tersebut, yakni hukum perniagaan dan hukum dagang, pada
dasarnya mengacu pada norma-norma yang diatur dalam KUHD. Sedangkan dalam KUHD
sendiri tidak di jelaskan apa yang dimaksud dengan hukum perniagaan dan hukum
dagang. Dalam pasal 1 KUHD hanya disebutkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
tidak diadakan penyimpangan kasus maka beelaku juga terhadap hal-hal yang
dibicarakan dalam kitab undang-undang ini.
Dari apa yang dijelaskan dalam pasal
1 KUHD di atas, dapat diketahui bahwa keterkaitan antara hukum perdata dan
hukum dagang demikian erat. Keterkaitan ini dapat dilihat apa yang dijabarkan
dalam KHUPdt khususnya Buku III tentang perikatan. KUHD sendiri dibagi dalam
dua buku yaitu buku pertama tentang dagang pada umumnya (pasal 1-308) dan buku
kedua tentang hak-hak dan kewajiban yang terbit dari pelayaran (pasal 309-754).
Tidak diberikannya defenisi apa yang dimaksud dengan hukum dagang, barangkali
pembentuk undang-undang berasumsi rumusan atau defenisi hukum dagang sudah
tercantum dalam pengertian perdagangan atau bisa juga asumsinya rumusan tentang
hukum dagang diserahkan pendapat para ahli hukum sendiri.
Oleh karena itu, untuk memahami
makna hukum dagang, berikut dikutip berbagai pengertian hukum dagang yang
dikemukakan oleh para ahli hukum yaitu sebagai berikut:
1) Achmad Ichsan mengemukakan:
Hukum dagang adalah hukum yang
mengatur soal-soal perdagangan, yaitu soal-soal yang timbul karena tingkah laku
manusia dalam perdagangan.
2) R. Soekardono mengemukakan:
Hukum dagang adalah bagian dari
hukum perdata pada umumnya, yakni yang mengatur masalah perjanjian dan
perikatan yang diatur dalam buku III Burgerlijke Wetboek (BW) dengan kata lain,
hukum dagang adalah himpunan peraturan-peraturan yang mengatur seseorang dengan
orang lain dalam kegiatan perusahaan yang terutama terdapat dalam kodifikasi
KUHD dan KUHPdt. Hukum dagang dapat pula dirumuskan adalah serangkaian kaidah
yang mengatur tentang dunia usaha atau bisnis dan dalam lalu lintas
perdagangan.
3) Fockema Andreae mengemukakan:
Hukum dagang (Handelsrecht) adalah
keseluruhan dari atuaran hukum mengenai perusahaan dalam lalu lintas
perdagangan, sejauh mana diatur dalam KUHD dan beberapa undang-undang tambahan.
Di Belanda hukum dagang dan hukum perdata dijadikan satu buku, yaitu Buku II
dalam BW baru Belanda.
4) H.M.N. Purwosutjipto
mengemukakan:
Hukum dagang adalah hukum perikatan
yang timbul khusus dari lapangan perusahaan.
5) Sri Redjeki Hartono mengemukakan:
Hukum dagang dalam pemahaman
konvensional merupakan bagian dari bidang hukum perdata atau dengan perikatan
lain selain disebut bahwa hukum perdata dalam pengertian luas, termaksud hukum
dagang merupakan bagian-bagian asas-asas hukum perdata pada umumnya.
6) J. van Kan dan J. h. Beekhuis,
mengemukakan:
Hukum perniagaan adalah hukum
mengenai perniagaan adalah rumpunan kaidah yang mengatur secara memaksa
perbuatan-perbuatan orang dalam perniagaan. Perniagaan secara yuridis berarti,
membeli dan menjual dan mengadakan berbagai perjanjian, yang mempermudah dan
memperkembangkan jual beli. Dengan demikian, hukum perniagaan adalah tidak lain
dari sebagian dari hukum perikatan dan bahkan untuk sebagian besar hukum
perjanjian.
7) M. N. Tirtaamidjaja mengemukakan:
Hukum perniagaan adalah hukum yang
mengatur tingkah laku orang-orang yang turut melakukan perniagaan. Sedangkan
perniagaan adalah pemberian perantaraan antara produsen dan konsumen, membeli
dan menjual dan membuat perjanjian yang memudahkan dan memajukan pembelian dan
penjulan itu. Sekalipun sumber utama hukum perniagaan adalah KUHD akan tetapi
tidak bisa dilepaskan dari KUHPdt.
8) KRMT. Titodiningrat mengemukakan:
Hukum dagang merupakan bagian dari
hukum perdata yang mempunyai aturan-aturan mengenai hubungan berdasarkan atas
perusahaan. Peraturan-peraturan mengenai perusahaan tidak hanya dijumpai dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) melainkan juga berupa Undang-Undang di
luarnya. KUHD dapat disebut sebagai perluasan KUHPdt.
9) Ridwan Khairandy (dkk.)
mengemukakan:
Sebagai akibat adanya kodifikasi
hukum perdata dalam KUHPdt dan hukum dagang dalam KUHD, maka di negara-negara
yang menganut hukum sipil (kontinental) termaksud Indonesia dianut bahwa hukum
dagang merupakan bagian dari hukum perdata. Lebih tegas lagi dikatakan bahwa
hukum dagang merupaka hukum perdata khusus. Dalam kepustakaan hukum anglo saxon
atau common law khususnya anglo american, hukum bisnis bukan merupakan cabang
atau bagian tunggal hukum tertentu.
Dalam rangka untuk memperkaya
wawasan tentang pengertian hukum dagang (commercial law), berikut dikutip
beberapa pemikiran yang dikemukakan oleh para ahli yang berasal dari negara
yang menganut sistem hukum common law, antara lain:
1) John E. Murray Jr. dan Harry M.
Flechther, mengemukakan:
“Traditionally called the law of
‘sales’, for much of the last century the focus was on sale of tangible,
moveable (goods) as governed by article 2 of the Unifrom Commercial Code (UCC).
2) Clayton P. Gillette dan Steven D.
Walt, Mengemukakan:
“Sales law involves legal doctrines
that regulate the relationship between the paties involved in an exchange of
goods for a price. As a general matter, sales law only addresses transfer of
tangible personal property, not real estate or intangibles such as intellectual
property rights, Sales law, is an subset of contract law.
3) Iwan R. Davies, mengemukakan:
“The concern of commercial law
should focus upon the commercial sense of the transaction and the parties them
selves. In this regart, it is important to refer to the principles of
commercial law which are essentially tools in serving the needs of the
bussiness community.
Dari berbagai penghasilan hukum
dagang sebagaimana yang dikemukakan oleh para ahli hukum di atas tampak bahwa,
ada satu benang merah yang dapat dijadikan sebagai titik awal untuk melihat apa
makna hukum dagang. Benang merah yang dimaksud adalah pada hakikatnya hukum
dagang sebagai suatu norma yang digunakan dalam menjalankan suatu kegiatan
dunia usaha. Dengan kata lain, hukum dagang adalah serangkaian norma yang
timbul khusus dalam dunia usaha atau kegiatan perusahaan. Norma tersebut dapat
bersumber, baik pada aturan hukum yang sudah dikodifikasikan, yaitu dalam
KUHPdt dan KUHD maupun diluar kodifikasi. Perlu juga dikemukakan disini, bahwa
hal yang diatur dalam kodifikasi tersebut secara parsial telah diatur dalam
undang-undang tersendiri, seperti halnya tentang perseroan terbatas, sudah
diatur dalam undang-undang tersendiri. Di sisi lain perkembangan dunia usaha
sendiri berkembang demikian cepat sehingga memerlukan pengaturan tersendiri
yang sebelumnya belum diatur dalam kedua kodifikasi tersebut.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh
Emmy Pangaribuan Simanjuntak, tidak semua materi hukum dagang diatur secara
lengkap dalam KUHD, sebab masih ada juga materi hukum dagang yang diatur di
luar KUHD. Jika dibandingkan antara apa yang diatur di dalam KUHD dan kenyataan
dalam praktik, tidaklah berlebihan, jika dikemukakan banyak ketentuan yang
diatur dalam KUHD tidak sesuai lagi dengan perkembangan dalam praktik. Hal ini
dapat dimaklumi, mengingat perkembangan dunia demikian cepat. Oleh karena itu,
tidaklah mengherankan jika ketentuan tentang hukum dagang yang hanya
mengandalkan kepada KUHD tidak memadai. Untuk itu, perlu dilakukan pembaharuan
dalam hukum dagang pembaruan dalam bidang hukum dagang, tidak berarti
penghapusan semua peraturan yang ada sekarang. Pembaharuan hukum dagang yang
dimaksud di sini, dapat berarti :
1. Membuaat peraturan baru mengenai
materi tertentu yang sama sekali belum pernah diatur.
2. Penghapusan beberapa ketentuan
dalam suatu peraturan yang telah ada yang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan
dalam praktik.
3. Menambah atau melengkapi suatu
peraturan yang telah ada dengan satu atau beberapa ketentuan.
4. Penyesuaian atau harmonisasi
peraturan nasional dengan peraturan internasional.
5. Mencabut peraturan yang telah ada
dan menggantinya dengan peraturan baru;
6. Mencabut peraturan yang dipandang
tidak perlu lagi.
Dari berbagai pengertian diatas maka
dapat disimpulkan bahwa Hukum dagang ialah aturan-aturan hukum yang mengatur
hubungan orang yang satu dengan yang lainnya, khusunya dalam perniagaan.
Hukum dagang adalah hukum perdata
khusus. Pada mulanya kaidah hukum yang kita kenal sebagai hukum dagang saat ini
mulai muncul dikalangan kaum pedagang sekitar abad ke-17. Kaidah-kaidah hukum
tersebut sebenarnya merupakan kebiasaan diantara mereka yang muncul dalam
pergaulan di bidang perdagangan. Ada beberapa hal yang diatur dalam KUH Perdata
diatur juga dalam KUHD. Jika demikian adanya, ketenutan-ketentuan dalam KUHD
itulah yang akan berlaku. KUH Perdata merupakan lex generalis(hukum umum),
sedangkan KUHD merupakan lex specialis (hukum khusus). Dalam hubungannya dengan
hal tersebut berlaku adagium lex specialis derogat lex generalis (hukum khusus
menghapus hukum umum).
B. Hubungan Dengan Hukum Perdata
Hukum dagang dan hukum perdata
adalah dua hukum yang saling berkaitan. Hal ini dapat dibuktikan di dalam Pasal
1 dan Pasal 15 KUH Dagang.
Hukum Perdata adalah ketentuan yang
mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat.
Berikut beberapa pengertian dari
Hukum Perdata:
1. Hukum Perdata adalah rangkaian
peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu
dengan orang yang lain dengan menitik beratkan pada kepentingan perseorangan
2. Hukum Perdata adalah
ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku manusia dalam
memenuhi kepentingannya.
3. Hukum Perdata adalah ketentuan dan
peraturan yang mengatur dan membatasi kehidupan manusia atau seseorang dalam
usaha untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingan hidupnya.
Hukum dagang ialah aturan-aturan hukum
yang mengatur hubungan orang yang satu dengan yang lainnya, khusunya dalam
perniagaan.
Sistem hukum dagang menurut arti
luas dibagi 2 : tertulis dan tidak tertulis tentang aturan perdagangan.
Hukum Dagang Indonesia terutama
bersumber pada :
1) Hukum tertulis yang dikodifikasikan
:
a. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
(KUHD) atau Wetboek van Koophandel Indonesia (W.v.K)
b. Kitab Undang-Undang Hukum Sipil
(KUHS) atau Burgerlijk Wetboek Indonesia (BW)
2) Hukum tertulis yang belum
dikodifikasikan, yaitu peraturan perundangan khusus yang mengatur tentang
hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan (C.S.T. Kansil, 1985 : 7).
Sifat hukum dagang yang merupakan
perjanjian yang mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.
Pasal 1 KUH Dagang, disebutkan bahwa
KUH Perdata seberapa jauh dari padanya kitab ini tidak khusus diadakan
penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang dibicarakan dalam
kitab ini.
Pasal 15 KUH Dagang, disebutkan
bahwa segala persoalan tersebut dalam bab ini dikuasai oleh persetujuan
pihak-pihak yang bersangkutan oleh kitab ini dan oleh hukum perdata.
Pada awalnya hukum dagang berinduk
pada hukum perdata. Namun, seiring berjalannya waktu hukum dagang
mengkodifikasi (mengumpulkan) aturan-aturan hukumnya sehingga terciptalah Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang ( KUHD ) yang sekarang telah berdiri sendiri atau
terpisah dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( KUHPer ).
Antara KUHperdata dengan KUHdagang
mempunyai hubungan yang erat. Hal ini dapat dilihat dari isi Pasal 1Kuh dagang,
yang isinya sebagai berikut:
Adapun mengenai hubungan tersebut
adalah special derogate legi generali artinya hukum yang khusus: KUH dagang
mengesampingkan hukum yang umum: KUHperdata.
Prof. Subekti berpendapat bahwa
terdapatnya KUHD disamping KUHS sekarang ini dianggap tidak pada tempatnya.
Hali ini dikarenakan hukum dagang relative sama dengan hukum perdata. Selain
itu “dagang” bukanlah suatu pengertian dalam hukum melainkan suatu pengertian
perekonomian. Pembagian hukum sipil ke dalam KUHD hanyalah berdasarkan sejarah
saja, yaitu karena dalam hukum romawi belum terkenal peraturan-peraturan
seperti yang sekarang termuat dalah KUHD, sebab perdagangan antar Negara baru
berkembang dalam abad pertengahan.
C. Berlakunya Hukum Dagang
Perkembangan hukum dagang sebenarnya
telah di mulai sejak abad pertengahan eropa (1000/ 1500) yang terjadi di Negara
dan kota-kota di Eropa dan pada zaman itu di Italia dan perancis selatan telah
lahir kota-kota sebagai pusat perdagangan (Genoa, Florence, vennetia,
Marseille, Barcelona dan Negara-negara lainnya ). Tetapi pada saat itu hokum
Romawi (corpus lurus civilis ) tidak dapat menyelesaikan perkara-perkara dalam
perdagangan, maka dibuatlah hokum baru di samping hokum Romawi yang berdiri
sendiri pada abad ke-16 & ke- 17 yang berlaku bagi golongan yang disebut
hokum pedagang (koopmansrecht) khususnya mengatur perkara di bidang perdagangan
(peradilan perdagangan ) dan hokum pedagang ini bersifat unifikasi.
Karena bertambah pesatnya hubungan
dagang maka pada abad ke-17 diadakan kodifikasi dalam hokum dagang oleh mentri
keuangan dari raja Louis XIV (1613-1715) yaitu Corbert dengan peraturan
(ORDONNANCE DU COMMERCE) 1673. Dan pada tahun 1681 disusun ORDONNANCE DE LA MARINE
yang mengatur tentang kedaulatan.
Dan pada tahun 1807 di Perancis di
buat hokum dagang tersendiri dari hokum sipil yang ada yaitu (CODE DE COMMERCE
) yang tersusun dari ordonnance du commerce (1673) dan ordonnance du la
marine(1838). Pada saat itu Nederlands menginginkan adanya hokum dagang
tersendiri yaitu KUHD belanda, dan pada tahun 1819 direncanakan dalam KUHD ini
ada 3 kitab dan tidak mengenal peradilan khusus. Lalu pada tahun 1838 akhirnya
di sahkan KUHD Belanda berdasarkan azas konkordansi KUHD belanda 1838 menjadi
contoh bagi pemmbuatan KUHD di Indonesia pada tahun 1848. Dan pada akhir abad
ke-19 Prof. molengraaff merancang UU kepailitan sebagai buku III di KUHD
Nederlands menjadi UU yang berdiri sendiri (1893 berlaku 1896). Dan sampai
sekarang KUHD Indonesia memiliki 2 kitab yaitu, tentang dagang umumnya dan
tentang hak-hak dan kewajiban yang tertib dari pelayaran.
D. Hubungan Pengusaha dan Pembantunya
Pengusaha adalah orang yang
mengerjakan usaha, dia relatif tidak tergantung pada orang lain, menjadi boss
bagi dirinya sendiri, jatuh bangun atas kemampuannya sendiri. Biasanya,
pengusaha akan senantiasa bersifat profit oriented. Dalam bahasa kerennya,
mereka disebut sebagai enterpreneur.
Dalam menjalankan perusahannya
pengusaha dapat:
a. Melakukan sendiri, Bentuk
perusahaannya sangat sederhana dan semua pekerjaan dilakukan sendiri, merupakan
perusahaan perseorangan.
b. Dibantu oleh orang lain, Pengusaha
turut serta dalam melakukan perusahaan, jadi dia mempunyai dua kedudukan yaitu
sebagai pengusaha dan pemimpin perusahaan dan merupakan perusahaan besar.
c. Menyuruh orang lain melakukan usaha
sedangkan dia tidak ikut serta dalam melakukan perusahaan, Hanya memiliki satu
kedudukan sebagai seorang pengusaha dan merupakan perusahaan besar.
Sebuah perusahaan dapat dikerjakan
oleh seseorang pengusaha atau beberapa orang pengusaha dalam bentuk kerjasama.
Dalam menjalankan perusahaannya seorang pengusaha dapat bekerja sendirian atau
dapat dibantu oleh orang-orang lain disebut “pembantu-pembantu perusahaan”.
Orang-orang perantara ini dapat dibagi dalam dua golongan. Golongan pertama
terdiri dari orang-orang yang sebenarnya hanya buruh atau pekerja saja dalam
pengertian BW dan lazimnya juga dinamakan handels-bedienden. Dalam golongan ini
termasuk, misal pelayan, pemegang buku, kassier, procuratie houder dan
sebagainya. Golongan kedua terdiri dari orang-orang yang tidak dapat dikatakan
bekerja pada seorang majikan, tetapi dapat dipandang sebagai seorang lasthebber
dalam pengertian BW. Dalam golongan ini termasuk makelar, komissioner.
Namun, di dalam menjalankan kegiatan
suatu perusahaan yang dipimpin oleh seorang pengusaha tidak mungkin melakukan
usahanya seorang diri, apalagi jika perusahaan tersebut dalam skala besar. Oleh
karena itu diperlukan bantuan orang/pihak lain untuk membantu melakukan
kegiatan-kegiatan usaha tersebut.
Pembantu-pembantu dalam perusahaan
dapat dibagi menjadi 2 fungsi :
1. Membantu didalam perusahaan,
2. Membantu diluar perusahaan.
1. Adapun pembantu-pembantu dalam
perusahaan antara lain:
a) Pelayan toko,
b) Pekerja keliling,
c) Pengurus filial,
d) Pemegang prokurasi,
e) Pimpinan perusahaan.
Hubungan hukum antara pimpinan
perusahaan dengan pengusaha bersifat :
(1) Hubungan perburuhan, yaitu
hubungan yang subordinasi antara majikan dan buruh, yang memerintah dan yang
diperintah. Manager mengikatkan dirinya untuk menjalankan perusahaan dengan
sebaik-baiknya, sedangkan pengusaha mengikatkan diri untuk membayar upahnya
(pasal 1601 a KUHPER).
(2) Hubungan pemberian kekuasaan,
yaitu hubungan hukum yang diatur dalam pasal 1792 dsl KUHPER yang menetapkan
sebagai berikut ”pemberian kuasa adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang
memberikan kekuasaan kepada orang lain, yang menerimanya untuk atas nama
pemberi kuasa menyelenggarakan suatu urusan”. Pengusaha merupakan pemberi
kuasa, sedangkan si manager merupakan pemegang kuasa. Pemegang kuasa
mengikatkan diri untuk melaksakan perintah si pemberi kuasa, sedangkan si
pemberi kuasa mengikatkan diri untuk memberi upah sesuai dengan perjanjian yang
bersangkutan.
Dua sifat hukum tersebut di atas
tidak hanya berlaku bagi pimpinan perusahaan dan pengusaha, tetapi juga berlaku
bagi semua pembantu pengusaha dalam perusahaan, yakni: pemegang prokurasi,
pengurus filial, pekerja keliling dan pelayan toko. Karena hubungan hukum
tersebut bersifat campuran, maka berlaku pasal 160 a KUHPER, yang menentukan
bahwa segala peraturan mengenai pemberian kuasa dan mengenai perburuhan berlaku
padanya. Kalau ada perselisihan antara kedua peraturan itu, maka berlaku
peraturan mengenai perjanjian perburuhan (pasal 1601 c ayat (1) KUHPER.
2. Adapun pembantu-pembantu luar
perusahaan antara lain:
a) Agen perusahaan
Hubungan pengusaha dengan agen
perusahaan adalah sama tinggi dan sama rendah, seperti pengusaha dengan
pengusaha. Hubungan agen perusahaan bersifat tetap. Agen perusahaan juga
mewakili pengusaha, maka ada hubungan pemberi kuasa. Perjanjian pemberian kuasa
diatur dalam Bab XVI, Buku II, KUHPER, mulai dengan pasal 1792, sampai dengan
1819. Perjanjian bentuk ini selalu mengandung unsur perwakilan (volmacht) bagi
pemegang kuasa (pasal 1799 KUHPER). Dalam hal ini agen perusahaan sebagai
pemegang kuasa, mengadakan perjanjian dengan pihak ketiga atas nama pengusaha.
b) Perusahaan perbankan,
c) Pengacara,
d) Notaris,
e) Makelar,
f) Komisioner.
E. Pengusaha dan Kewajibannya
Kewajiban adalah pembatasan atau
beban yang timbul karena hubungan dengan sesama atau dengan negara. Maka dalam
perdagangan timbul pula hak dan kewajiban pada pelaku-pelaku dagang tersebut.
Menurut undang-undang, ada dua macam
kewajiban yang harus dilakukan oleh perusahaan, yaitu :
1. Membuat pembukuan ( sesuai dengan
Pasal 6 KUH Dagang Undang-undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang dokumen perusahaan
), dan
di dalam pasal 2 undang-undang nomor
8 tahun 1997 yang dikatakan dokumen perusahaan adalah terdiri dari dokumen
keuangan dan dokumen lainnya.
a. dokumen keuangan terdiri dari
catatan ( neraca tahunan, perhitungan laba, rekening, jurnal transaksi harian )
b. dokumen lainnya terdiri dari data
setiap tulisan yang berisi keterangan yang mempunyai nilai guna bagi
perusahaan, meskipun tidak terkait langsung dengan dokumen keuangan.
2. Mendaftarkan perusahaannya ( sesuai
Undang-undang Nomor 3 tahun 1982 tentang Wajib daftar perusahaan ).
Dengan adanya undang-undang nomor 3 tahun
1982 tentang wajib daftar perusahaan maka setiap orang atau badan yang
menjalankan perusahaan, menurut hukum wajib untuk melakukan pemdaftaran tentang
segala sesuatu yang berkaitan dengan usahanya sejak tanggal 1 juni 1985.
Berdasarkan pasal 25 undang-undang
nomor 3 tahun 1982, daftar perusahaan hapus, jika terjadi :
a. perusahaan yang bersangkutan
menghentikan segala kegiatan usahanya,
b. perusahaaan yang bersangkutan
berhenti pada waktu akta pendiriannya kadarluasa,
c. perusahaan yang bersangkutan dihentikan
segala kegiatan usahanya berdasarkan suatu putusan pengadilan negeri yang telah
memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
Hak dan Kewajiban pengusaha adalah :
a. Berhak sepenuhnya atas hasil kerja
pekerja,
b. Berhak melaksanakan tata tertib
kerja yang telah dibuat,
c. Memberikan pelatihan kerja (pasal
12),
d. Memberikan ijin kepada buruh untuk
beristirahat, menjalankan kewajiban menurut agamanya (pasal 80),
e. Dilarang memperkerjakan buruh lebih
dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu, kecuali ada ijin penyimpangan (pasal
77),
f. Tidak boleh mengadakan diskriminasi
upah laki/laki dan perempuan,
g. Bagi perusahaan yang memperkerjakan
25 orang buruh atau lebih wajib membuat peraturan perusahaan,
h. Wajib membayar upah pekerja pada
saat istirahat / libur pada hari libur resmi,
i.
Wajib
memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada pekerja yang telah mempunyai masa
kerja 3 bulan secara terus menerus atau lebih,
j.
Pengusaha
dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum (pasal 90),
k. Wajib mengikutsertakan dalam program
Jamsostek (pasal 99)
F. Bentuk Badan Usaha
Usaha bisnis dapat dilaksanakan
dalam berbagai bentuk. Di Indonesia kita mengenal 3 macam bentuk badan yaitu :
1. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
2. Badan Usaha Milik Swasta
3. Koperasi
Pembagian atas tiga bentuk Badan
Usaha tersebut bersumber dari Undang – Undang 1945 khususnya pasal 33. Dalam
pasal tersebut terutang adanya Konsep Demokrasi Ekonomi bagi perekonomian
Negara. Di mana dalam Konsep Demokrasi Ekonomi ini terdapat adanya kebebasan
berusaha bagi seluruh warga negaranya dengan batas – batas tertentu. Hal ini
berati bahwa segenap warga negara Republik Indonesia diberikan kebebasan dalam
menjalankan untuk kegiatan bisnisnya. Hanya saja kebebasan itu tidaklah tak ada
batasnya, akan tetapi kebebasan tersebut ada batasanya.
Adapun batas – batas tertentu itu
meliputi dua macam jenis usaha, dimana tehadap kedua jenis usaha ini pihak
swasta dibatasi gerak usahanya. Kedua jenis usaha itu adalah :
a. Jenis – jenis usaha yang VITAL yaitu
usaha – usaha yang memiliki peranan yang sangat penting bagi perekonomian
negara. Misalnya saja : minyak dan gas bumi, baja,hasil pertambngan, dan
sebagainya.
b. Jenis – jenis usaha yang menguasai
hajat hidup orang banyak. Misalnya saja : usaha
perlistrikan, air minum. Kereta api,
pos dan telekomunikasi dan sebagainya.
Terhadap kedua jenis usaha tersebut
pengusahaannya dibatasi yaitu bahwa usaha – usaha ini hanya boleh dikelola
Negara.
1. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
BUMN adalah semua perusahaan dalam
bentuk apapun dan bergerak dalam bidang usaha apapun yang sebagian atau seluruh
modalnya merupakan kekayaan Negara, kecuali jika ditentukan lain berdasarkan
Undang-undang.
BUMN adalah bentuk bentuk badan
hukum yang tunduk pada segala macam hukum di Indonesia. Karena perusahaan ini
milik negara, maka tujuan utamanya adalah membangun ekonomi sosial menuju
beberapa bentuk perusahaan pemerintah, baik pusat maupun daerah.
Ciri-ciri utama BUMN adalah :
o
Tujuan
utama usahanya adalah melayani kepentingan umum sekaligus mencari keuntungan.
o
Berstatus
badan hukum dan diatur berdasarkan Undang-undang.
o
Pada
umumnya bergerak pada bidang jasa – jasa vital.
o
Mempunyai
nama dan kekayaan serta bebas bergerak untuk mengikat suatu perjanjian, kontrak
serta hubungan – hubungan dengan pihak lainnya.
o
Dapat
dituntut dan menuntut, sesuai dengan ayat dan pasal dalam hukum perdata.
o
Seluruh
atau sebagian modal milik negara serta dapat memperoleh dana dari pinjaman
dalam dan luar negeri atau dari masyarakat dalam bentuk obligasi.
o
Setiap
tahun perusahaan menyusun laporan tahunan yang memuat neraca dan laporan rugi
laba untuk disampaikan kepada yang berkepentingan.
BUMN digolongkan menjadi 3 jenis
yaitu :
a. Perusahaan Jawatan (Perjan)
Perusahaan ini bertujuan pelayanan kepada
masyarakat dan bukan semata-mata mencari keuntungan.
b. Perusahaan Umum (Perum)
Perusahan ini seluruh modalnya
diperoleh dari negara. Perum bertujuan untuk melayani masyarakat dan mencari
keuntungan
c. Perusahaan Perseroan (Persero)
Perusahaan ini modalnya terdiri atas
saham-saham. Sebagian sahamnya dimiliki oleh negara dan sebagian lagi dimilik
oleh pihak swasta dan luar negeri.
2. Badan Usaha Milik Swasta
Bentuk badan usaha ini adalah badan
usaha yang pemiliknya sepenuhnya berada ditangan individu atau swasta. Yang
bertujuan untuk mencari keuntungan sehingga ukuran keberhasilannya juga dari
banyaknya keuntungan yang diperoleh dari hasil usahanya. Perusahaan ini
sebenarnya tidaklah selalu bermotif mencari keuntungan semata tetapi ada juga
yang tidak bermotif mencari keuntungan. Contoh : perusahan swasta yang bermotif
nir-laba yaitu Rumah Sakit, Sekolahan, Akademik, dll.
Bentuk badan usaha ini dapat dibagi
kedalam beberapa macam :
a. Perseorangan
Bentuk ini merupakan bentuk yang
pertama kali muncul di bidang bisnis yang paling sederhana, dimana dalam hal
ini tidak terdapat pembedaan pemilikan antara hal milik pribadi dengan milik
perusahaan. Harta benda yang merupakan kekayaan pribadi sekaligus juga
merupakan kekayaan perusahaan yang setiap saat harus menanggung utang – utang
dari perusahaan itu.
Bentuk badan usaha semacam ini pada
umumnya terjadi pada perusahaan – perusahaan kecil, misalnya bengkel kecil,
toko pengecer kecil, kerajinan, serta jasa dll.
Keuntungan – keuntungan dari bentuk
Perseorangan ini adalah :
– Penguasaan sepenuhnya terhadap
keuntungan yang diperoleh.
– Motivasi usaha yang tinggi.
– Penanganan aspek hukum yang
minimal.
Kekurangan – kekurangan dari bentuk
Perseorangan ini adalah :
– Mengandung tanggung jawab keuangan
tak terbatas
– Keterbatasan kemampuan keuangan.
– Keterbatasan manajerial.
– Kontinuitas kerja karyawan
terbatas
b. Firma
Bentuk ini merupakan perserikatan
atau kongsi ataupun persatuan dari beberapa pengusaha swasta menjadi satu
kesatuan usaha bersama. Perusahaan ini dimiliki oleh beberapa orang dan
dipimpin atau dikelola oleh beberapa orang pula.
Tujuan perserikatan ini adalah untuk
menjadikan usahanya menjadi lebih besar dan lebih kuat dalam permodalannya.
Bentuk ini memiliki kelebihan dan
kekurangan yang sama dengan bentuk Perseorangan, akan tetapi karena Firma ini
adalah gabungan dari beberapa usaha perseorangan maka kontinuitas akan lebih
lama, kemampuan permodalannya akan lebih menjadi besar. Akan tetapi tidak
jarang dengan bergabungnya dua orang pengusaha itu justru mengakibatkan
perselisihan yang kadang – kadang usahanya menjadi tak terkontrol dengan baik
karena sering terjadi konflik antar keduanya.
c. Perserikatan Komanditer (CV)
Bentuk ini banyak dilakukan untuk
mempertahankan kebaikan – kebaikan dari bentuk perseorangan yang memberikan
kebebasan dan penguasaan penuh bagi pemiliknya atas keuntungan yang diperoleh
oleh perusahan. Disamping itu untuk menghilangkan atau mengurangi kejelekan
dalam hal keterbatasan modal yang dimilikinya maka diadakanlah penyertaan modal
dari para anggota yang tidak ikut aktif mengelola bisnisnya, yang hanya
menyertakaan modalnya saja dalam bisnis itu.
Bentuk ini memiliki dua macam
anggota yaitu :
– Anggota aktif (Komanditer Aktif)
adalah anggota yang aktif menjalankan usaha bisnisnya dan menanggung segala
utang – utang perusahaan.
– Anggota tidak aktif (Komanditer
Diam) adalah anggota yang hanya menyertakan modalnya saja. Maka dari itu
keterbatasan modal perusahaan dapat dihindarkan, sehingga perusahaan akan dapat
mencari dan mendapatkan modal yang lebih besar untuk keperluan bisnisnya. Hal
ini merupakan salah satu kebaikan dari bentuk Perserikatan Komanditer,
dibandingkan dengan bentuk – bentuk lain yang sudah dibicarakan diatas.
d. Perseroan Terbartas (PT)
Perseroan Terbatas merupakan bentuk
yang banyak dipilih, terutama untuk bisnis – bisnis yang besar. Bentuk ini
memberikan kesempatan kepada masyarakat luas untuk menyertakan modalnya kedalam
bisnis tersebut dengan cara membeli saham yang dikeluarkan oleh Perusahaan itu.
Dengan membeli saham suatu perusahaan masyarakat akan menjadi ikut serta
memiliki perusahaan itu atau dengan kata lain mereka menjadi Pemilik Perusahaan
tersebut. Atas pemilikan saham itu maka mereka para pemegang saham itu lalu
berhak memperoleh pembagian laba atau Deviden dari perusahaan tersebut. Para
pemegang saham itu mempunyai tanggung jawab yang terbatas pada modal yang
disertakan itu saja dan tidak ikut menanggunng utang – utang yang dilakukan
oleh perusahaan.
Perseroan Terbatas ini akan menjadi
suatu Badan Hukum tersendiri yang berhak melakukan tindakan – tindakan bisnis
terlepas dari pemegang saham. Bentuk ini berbeda dengan bentuk yang terdahulu
yang memiliki tanggung jawab tak terbatas bagi para pemiliknya, yang artinya
para pemilik akan menanggung seluruh utang yang dilakukan oleh perusahaan.
Berarti apabila kekayaan perusahaan maka kekayaan pribadi dari para pemiliknya
ikut menanggung utang tersebut. Dengan semacam itu tanggung jawab renteng. Lain
halnya dengan bentuk PT dimana dalam bentuk ini tanggung jawab pemilik atau
pemegang saham adalah terbatas, yaitu sebatas modal yang disetorkannya.
Kekayaan pribadi pemilik tidak ikut menanggung utang – utang perusahaan. Oleh
karena itu bentuk ini disebut Perseroan Terbatas (Naamlose Venootschaap/NV).
Kelebihan-kelebihan bentuk ini
adalah :
ü Memiliki masa hidup yang terbatas.
ü Pemisahan kekayaan dan utang – utang
pemilik dengan kekayaan dan utang – utang perusahaan.
ü Kemampuan memperoleh modal yang
sangat luas.
ü Penggunaan manajer yang profesional.
e. Yayasan
Yayasan adalah bentuk organisasi
swasta yang didirikan untuk tujuan sosial kemasyarakatan yang tidak
berorientasi pada keuntungan. Misalnya Yayasan Panti Asuhan, Yayasan yang
mengelola Sekolahan Swasta, Yayasan Penderita Anak Cacat dll.
3. Koperasi
Koperasi adalah usaha bersama yang
memiliki organisasi berdasarkan atas azaz kekeluargaan. Koperasi bertujuan
untuk menyejahterahkan anggotanya. Dilihat dari lingkunganyya koperasi dabat
dibagi menjadi:
1. Koperasi Sekolah
2. Koperasi Pegawai Republik
Indonesia
3. KUD
4. Koperasi Konsumsi
5. Koperasi Simpan Pinjam
6. Koperasi Produksi
Prinsip koperasi :
– Keanggotaan bersifat suka rela
– Pengelolaan bersifat demokratis
• Lembaga Keuangan
Dalam dunia keuangan bertindak
selaku lembaga yang menyediakan jasa keuangan bagi nasabahnya, dimana pada
umumnya lembaga ini diatur oleh regulasi keuangan dari pemerintah. Bentuk umum
dari lembaga keuangan ini adalah termasuk perbankan, building society (sejenis
koperasi di Inggris) , Credit Union, pialang saham, aset manajemen, modal
ventura, koperasi, asuransi, dana pensiun, dan bisnis serupa lainnya.
Di Indonesia lembaga keuangan ini
dibagi kedalam 2 kelompok yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan
bukan bank (asuransi, pegadaian, perusahaan sekuritas, lembaga pembiayaan,
dll).
• Bentuk Kerjasama
(Gabungan/Ekspansi)
– Bentuk Penggabungan Perusahaan
Lingkungan Perusahaan yaitu seluruh
faktor-faktor yang ada diluar Perusahaan yang dapat menimbulkan peluang yang
lebih atau ancaman terhadap perusahaan tersebut
Bentuk-bentuk Penggabungan:
> Trust
> Kartel
> Merger
> Holding company
> Concern
> Corner dan ring
> Syndicat
> Joint venture
> Production sharing
> Waralaba ( franchise )
– Bentuk Pengkhususan Perusahaan
Ada 4 bentuk yaitu :
1. Spesialisasi
2. Trust/Kartel
3. Holding Company
4. Joint Venture
– Pengkonsentrasian Perusahaan
1. Trust
Trust merupakan suatu bentuk
penggabungan / kerjasama perusahaan secara horisontal untuk membatasi
persaingan, maupun rasionalisasi dalam bidang produksi dan penjualan.
Perusahaan-perusahaan yang ingin melakukan trust menyerahkan saham-sahamnya
kepada Trustee (orang kepercayaan) untuk menerbitkan sertifikat sahamnya.
2. Holding Company
Holding Company / Perusahaan Induk
yaitu perusahaan yang berbentuk Corporation yang menguasai sebagian besar saham
dari beberapa perusahaan lain. Dalam hal ini status perusahaan lain akan
menjadi perusahaan anak dan kebijakan perusahaan anak akan ditentukan oleh
Holding (Induk). Holding Company bisa terbentuk karena terjadinya penggabungan
secara vertikal maupun horisontal. Contoh Astra International, PT. Dharma Inti
Utama.
3. Kartel
Kartel adalah bentuk kerjasama
perusahaan-perusahaan dengan produksi barang dan jasa sejenis yang didasarkan
perjanjian bersama untuk mengurangi persaingan.
4. Sindikasi
Adalah bentuk perjanjian kerjasama
antara beberapa orang untuk melaksanakan suatu proyek. Sindikasi juga dapat
melakukan perjanjian sindikasi untuk memusatkan penjualan pada satu lokasi
tertentu, disebut sindikasi penjualan. Ada juga sindikasi perbankan (beberapa
bank bersindikasi untuk membiayai suatu proyek yang besar)
5. Concern
Concern adalah suatu bentuk
penggabungan yang dilakukan baik secara horisontal maupun vertikal dari
sekumpulan perusahaan Holding. Concern dapat muncul sebagai akibat dari satu
perusahaan yang melakukan perluasan usaha secara horisontal ataupun vertikal
melalui pendirian perusahaan baru.
Dengan concern, penarikan dana untuk
anak perusahaan dapat dilakukan melalui induk perusahaan yang kedudukannya di
pasar modal lebih kuat dibandingkan bila anak perusahaan beroperasi
sendiri-sendiri di pasar modal.
6. Joint Venture
Merupakan perusahaan baru yang
didirikan atas dasar kerjasama antara beberapa perusahaan yang berdiri sendiri.
Tujuan utama pembentukan perusahaan
joint venture ini adalah untuk memenuhi kebutuhan komunikasi selular bagi
segmen yang sering bepergian untuk menikmati layanan yang friendly (ramah) dan
biaya yang efisien, dimana pelanggan akan merasakan layanan di luar negeri
seperti layanan selular di negara sendiri. Aktivitas pokok Bridge adalah
mengembangkan suatu proses koordinasi regional dimana seluruh pelanggan dapat
menikmati layanan selular regional yang ditawarkan oleh salah satu operator
yang masuk dalam grup Bridge.
7. Trade Association
yaitu persekutuan beberapa
perusahaan dari suatu cabang perusahaan yang sama dengan tujuan memajukan para
anggotanya dan bukan mencari laba.
Contoh: APKI (Asosiasi Pengusaha
Komputer Indonesia, ASIRI (Asosiasi Industri Rekaman Indonesia)
8. Gentlement’s Agreement
Persetujuan beberapa produsen dalam
daerah penjualan dengan maksud mengurangi persaingan diantara mereka.
– Cara-Cara Penggabungan / Penyatuan
Usaha
1. Consolidation / Konsolidasi
adalah penggabungan beberapa
perusahaan yang semula berdiri sendiri-sendiri menjadi satu perusahaan baru dan
perusahaan lama ditutup
2. Merger
Dengan melakukan merger, suatu
perusahaan mengambil alih satu atau beberapa PT lainnya. PT yang diambil alih
tersebut dibubarkan dan modalnya menjadi modal PT yang mengambil alih. Para
pemegang saham PT yang dibubarkan menjadi pemegang saham PT yang mengambil
alih.
3. Aliansi Strategi
adalah kerja sama antara dua atau lebih
perusahaan dalam rangka menyatukan keunggulan yang mereka miliki untuk
menghadapi tantangan pasar dengan catatan kedua perusahaan tetap berdiri
sendiri-sendiri.
Contoh : PT. A yang bergerak dalam
bidang properti melakukan aliansi strategi dengan PT. B yang mempunyai
keunggulan dalam peralatan untuk membangun konstruksi. Telkomsel melakukan
aliansi strategis dengan enam operator selular di Asia Pasifik telah
menandatangi kesepakatan pembentukan perusahaan joint venture yang dinamakan
Bridge Mobile Alliance (Bridge).
4. Akuisisi
adalah pengambil alihan sebagian
saham perusahaan oleh perusahaan lain dan perusahaan yang mengambil alih
menjadi holding sedangkan perusahaan yang diambil alih menjadi anak perusahaan
dan tetap beroperasi seperti sendiri tanpa penggantian nama dan kegiatan.
Akuisisi sering digunakan untuk
menjaga ketersediaan pasokan bahan baku atau jaminan produk akan diserap oleh
pasar. Contoh : Aqua diakuisisi oleh Danone, Pizza Hut oleh Coca-Cola, dan
lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
https://legalbanking.wordpress.com/materi-hukum/dasar-dasar-hukum-perjanjian/
http://www.academia.edu/8640235/HUKUM_PERJANJIAN
http://jessicaalhadhyan.blogspot.com/
http://virnia-irvianti.blogspot.com/2013/04/hukum-dagang.html
http://iqbalhawari.wordpress.com/2012/01/24/bentuk-bentuk-badan-usaha/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar